TETAPI SIAPA BETA UNTUK MENULIS PERIHAL CINTA
- October 26, 2020
- by Nur Imroatun Sholihat
source: tenor.com |
Tersita, terlunta-lunta
di Jakarta
Mengudeta
derita agar tak terlampau nyata
Di pusaran
gegap gempita ibukota
Yang berpesta, dengan setumpuk harta
Seyogianya
aku setuju sungguh bukan dusta
Tiada sesuatu pun dibagi rata
Demikianlah
pakta untuk semesta
Seperti rupa
yang tak semuanya jelita
Dan kehidupan
tidak seluruhnya juwita
Aku cuma seseorang yang baru mengeja alif-ba-ta
Sementara tresna melata secepat kereta
Dalam sekejab menjelma tak kasatmata
Hingga aku
mengerti bagi sebagian orang cinta hanyalah cita
Seperti
berita yang tidak dibacakan pewarta
Serupa huruf
buta yang ditelantarkan sendirian oleh kata
Air mata yang
menjadi kubangan tirta
Pena yang sedari mula tidak bertinta
Tetapi siapa
beta
Untuk menulis
perihal cinta
------
Juga dipublikasikan dalam laman Instagram saya.
------
Saya mengalami pergulatan batin untuk memasukkan frasa “peminta-minta nan nista” atau tidak. Saya tidak ingin frasa tersebut membuat saya seakan mendiskreditkan peminta-peminta sementara sungguh saya tidak berpikir demikian. Siapa saya untuk meremehkan orang lain. Namun, akhirnya saya memutuskan untuk tetap memasukkannya (dengan memberikan penjelasan di bawahnya) karena kata-kata itu begitu personal bagi saya. Frasa tersebut saya gunakan saat berdoa sebab saya merasa seperti peminta-minta yang begitu papa memohon kebaikan yang Allah turunkan. Sementara saya adalah seseorang yang nista—pendosa yang sebenarnya malu merengek-rengek. Saya adalah peminta-minta yang nista di hadapan Allah. Maksud "peminta-minta nan nista" dalam sajak ini adalah seseorang yang terlunta-lunta mengemis sesuatu yang tidak dia miliki sendirian di tengah keramaian.
0 Comments:
Post a Comment