NANTI ADA REZEKINYA
- September 11, 2021
- by Nur Imroatun Sholihat
source: thewarsan.com |
Beberapa hari yang lalu, seorang sahabat bercerita bahwa dia ingin sekali mendapatkan sertifikasi CIA. Bagi sebagian besar orang di dunia audit internal, memiliki gelar Certified Internal Auditor (CIA) memang adalah harapan yang disimpan dalam hati untuk suatu saat diperjuangkan. Tidak terhitung berapa kali orang-orang menyapa saya di LinkedIn maupun blog untuk menceritakan impian ini (dan saya tersenyum turut mendoakan).
“Tapi ujiannya aja mahal
banget. Uangnya dari mana ya,” ujarnya lirih di seberang telepon.
Saya lalu menceritakan
bahwa sebagian besar hal yang saya dapatkan pada akhirnya adalah hal yang saya
tidak mengerti rezekinya akan datang dari arah mana. Saya hanya mempercayai
bahwa rezeki sudah ada yang mengatur dan tugas saya adalah meyakini dan mengusahakannya
datang ke arah saya. Regarding dreams, I belong to those who blindly believe
that someday they will come true. I know I sound so naïve and hyperoptimistic
but here I am deliberately chose to live that way. Bukannya tidak khawatir soal rezeki tetapi perjalanan panjang hidup menyadarkan saya bahwa berprasangka baik pada Allah adalah hal yang paling ringan untuk dijalankan. (baca juga: Rezeki Itu Urusan Allah)
Setelah menyimpannya
rapat-rapat di lemari mimpi sejak 2013, di tahun 2018, secara mengejutkan saya
menjadi kuda hitam dengan lolos seleksi 20 besar untuk bisa mengikuti training
CIA yang diadakan kantor. Saking mustahilnya kemungkinan itu terjadi, saya
menyebut momen itu ibarat kemenangan Perang Badar (selengkapnya, baca: Days of Badr and Uhud). Saat membaca pengumuman itu, saya menyadari bahwa selama ini
saya tidak hanya sedang mengerdilkan diri tetapi juga meragukan kemampuan Allah
memberi saya rezeki. Tatkala itu, saya kembali mengingatkan diri bahwa
saya harus percaya akan adanya rezeki atas apa-apa yang saya doakan.
Tentu ini bukan
cerita berhias bunga-bunga di kanan-kiri ibarat karpet merah digelar di hadapan
saya. Saya harus mengalami masa hampir tidak bisa mengikuti ujian karena kantor
awalnya hanya membiayai 7 besar (dan saya peringkat 9 *sobs) dari 20 orang peserta training untuk ikut ujian. Saya pun berdoa semoga nantinya saya mendapat
rezeki untuk ujian sembari terus mengumpulkan uang. Nasib
baik berpihak kepada saya karena setengah tahun berselang, kantor memutuskan
untuk membiayai keseluruhan 20 orang itu. Mendengar kesempatan itu datang, saya
pun belajar sungguh-sungguh agar bisa lulus dalam 3 bagian ujiannya.
“Kamu tahu kan aku juga
sempat ngulang ujian part 2 CIA? (P.S.: mengulang ujian = membayar sendiri). Waktu
itu aku bilang sama diriku sendiri, ‘Nanti ada rezekinya, iim. Nabung ya,’.
Dengan kepercayaan semacam itu, aku melangkah setiap hari,” saya pun
menceritakan kegagalan yang membuat saya sempat kehilangan kepercayaan diri
itu.
Hingga kemudian di tahun
2020, saya merampungkan ketiga ujian itu dan berhak menyandang gelar CIA.
Perjuangan panjang itu menguatkan hati untuk semakin memasrahkan urusan
sembari tetap berprasangka baik pada yang menciptakan bumi dan langit. Dia
yang mengatur rezeki dan saya mempercayai kebaikan-Nya. Dia yang
menyelenggarakan setiap urusan dan saya meyakini kebijaksanaan-Nya.
Maka saya pun memungkasi
obrolan sore itu dengan, “Percaya deh, nanti ada rezekinya jadi jangan berpikir nggak bisa duluan. InsyaAllah ada rezeki untuk harapan kita menjadi kenyataan. Oh ya, satu lagi, ada quote yang aku suka banget dari lagu Time to Smile punya Num Kala, ‘Let fate take care of
life’,". Biarkan takdir yang mengurusi kehidupan.
Biarkan takdir yang
mengurusi kehidupanmu. Kamu percaya saja.
0 Comments:
Post a Comment